1. Mujahidin

Seorang
Mujahid (Arab: مجاهد, muǧāhid, secara harfiah adalah
“pejuang keadilan” atau
“pejuang-kemerdekaan”) adalah seseorang yang berjuang untuk kebebasan. jamak adalah
mujahidin
(Arab: مجاهدين , muǧāhidīn). Kata ini dari bahasa Arab yang sama
triliteral sebagai jihad atau “perjuangan”. Mujahidin juga
dialihaksarakan menjadi
mujahidin, mujahedeen, mujahidin, mujahidin, Mudžahedin-Mudžahid (Bosnia),
mujaheddīn dan varian.
Dalam bahasa Inggris, kata Mujahidin tercatat sejak tahun 1958, dari
Pakistan, diadopsi dari bahasa Persia dan Arab, sebagai jamak dari
mujahid “
orang yang berjuang dalam jihad“, dalam penggunaan modern, untuk “
gerilyawan Muslim.”
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, istilah “mujahidin” menjadi
nama berbagai pejuang bersenjata yang menganut ideologi Islam dan
mengidentifikasi diri mereka sebagai mujahidin.
Mujahidin Afghanistan
Dari berbagai kelompok Muahidin yang ada di seluruh dunia, yang
paling terkenal tentu saja selalu Mujahidin Afghanistan. Pada awalnya,
kaum Mujahidin berperang melawan pemerintah Afghanistan yang disetir
Soviet pada akhir 1970-an. Uni Soviet keluar dari Afghanistan di akhir
1980-an karena tidak kuat melawan para mujahidin.
Banyak muslim dari negara-negara lain menawarkan diri untuk membantu
kelompok mujahidin di Afghanistan, dan memperoleh pengalaman yang
signifikan dalam perang gerilya. Pada periode ini, Mujahidin yang paling
terkenal adalah
Abdullah bin Azzam.
Mujahidin Bosnia-Herzegovina
Mujahidin lahir di Bosnia selama perang Bosnia 1992-1995 setelah
pembantaian yang dilakukan oleh tentara Serbia terhadap Muslim sipil
Bosnia. Jumlah kaum Mujahidin saat itu dikabarkan mencapai 4.000. Mereka
datang dari tempat-tempat seperti Arab Saudi, Pakistan, Afghanistan,
Yordania, Mesir , Irak dan Palestina.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa relawan asing tiba di pusat Bosnia pada
paruh kedua tahun 1992 dengan tujuan untuk membantu saudara-saudara
Muslim mereka melawan penjajah Serbia. Kebanyakan mereka datang dari
Afrika Utara, Timur Dekat dan Timur Tengah. Relawan asing berbeda jauh
dari penduduk setempat, bukan hanya karena penampilan fisik mereka dan
bahasa mereka berbicara, tetapi juga karena metode bertempur mereka.
Mujahidin di Checnya
Kaum Mujahidin memainkan peran dalam perang kedua Chechnya. Setelah
runtuhnya Uni Soviet dan kemudian deklarasi kemerdekaan Chechnya,
pejuang mulai memasuki berbagai kawasan. Banyak dari mereka merupakan
veteran perang Soviet-Afganistan dan sebelum invasi Rusia, mereka
menggunakan keahlian mereka untuk melatih para pejuang Chechnya. Selama
Perang Chechnya Pertama mereka ditakuti karena taktik gerilya mereka,
menimbulkan korban berat pada pasukan Rusia.
Setelah penarikan pasukan Rusia dari Chechnya, sebagian besar mujahidin memutuskan untuk tetap tinggal di Negara itu.
Mujahidin di Kosovo
Menurut Serbia dan negara Eropa lainnya, sebagian besar pejuang
Mujahidin dari Timur Tengah dan bagian-bagian lain dunia bergabung
dengan Tentara Pembebasan Kosovo melawan pasukan Serbia pada perang
1997-1999. Diduga sebagian dari mereka membentuk unit mereka sendiri
dengan pemimpin yang fasih berbahasa Arab. Setelah perang sebagian besar
relawan asing kembali ke tanah asal mereka, dan beberapa dari mereka
tetap di Kosovo di mana mereka menjadi warga negaranya.
Sesungguhnya, masih banyak lagi kaum Mujahidin yang lainnya di seluruh
dunia, namun para Mujahidin Afghanistan, Chechnya, Bosnia-Herzegovina,
dan Kosovo akan selalu dikenang karena kegigihan mereka dalam melawan
para penjajah.
http://akhwatzone.multiply.com/reviews/item/28?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem
2. Janissary
Janisari (berasal dari bahasa Turki
Utsmaniyah: ينيچرى (Yeniçeri) yang berarti “pasukan baru”) adalah
pasukan infanteri yang dibentuk oleh Sultan Murad I dari Kekalifahan
Bani Seljuk pada abad ke-14. Pasukan ini berasal dari bangsa-bangsa
Eropa Timur yang wilayahnya berhasil dikuasai oleh Turki. Utsmani
Tentara ini dibentuk tak lama setelah Kekaisaran Byzantium kalah oleh
Turki Utsmani. Alasan utama pembentukan laskar Janisari adalah karena
tentara Turki Utsmani yang ada tidak memadai, terutama karena terdiri
dari suku-suku yang kesetiaanya diragukan. Janisari awalnya adalah para
tahanan perang (terutama yang asalnya dari Eropa Timur – Balkan) yang
diampuni tetapi dengan syarat harus membela Kekaisaran Turki Utsmani.
Sejalan dengan waktu, untuk memastikan kesetiaan kesatuan ini,
selanjutnya Sultan punya ide untuk merekrut pasukan Janisari ini dari
budak yang masih bocah, sehingga mereka bisa diajari (didoktrin) untuk
membela dan mengawal Sultan. Pada masa itu, pasukan Janisari ini adalah
pasukan terkuat di dunia. Konon pasukan ini adalah pasukan yg pertama
sekali memakai senapan.(yang kemudian ditiru oleh orang Eropa). Saat itu
Turki memiliki persediaan mesiu yang cukup banyak (dimana pada saat itu
di daerah lain masih langka).
Pasukan ini adalah pasukan kedua setelah Mongol yang berhasil menjajah Eropa.
Janisari adalah brigade terpisah dari
pasukan reguler Turki yang bertugas mengawal Sultan Dinasti Utsmani
(Ottoman Empire). Sedangkan Bani Seljuk adalah Dinasti sebelum Utsmani.
Utsman diambil dari pemimpin kabilah Osmani yg mempunyai kekuatan yang
besar sewaktu Bani Seljuk masih berkuasa. Waktu Seljuk pecah, kabilah
yang dipimpin
Osmani menyatukannya kembali
dibawah bendera baru. Kekuasaan Turki Utsmani mencapai seluruh wilayah
di Balkan dan Eropa Tenggara. Kota Wina dua kali diserang oleh kakuatan
Turki Utsmani, tetapi karena seluruh kerajaan di Eropa bersatu untuk
membendung dengan kekuatan penuh dan logistik yang memadai, ambisi Turki
Utsmani untuk menguasai seluruh Eropa tidak berhasil.
Pakaian khas Janisari adalah sejenis long musket. Ciri khasnya adalah
topinya yang memakai tutup kain dari depan ke belakang leher,
menyerupai sorban.
Kisah terkenal mengenai kehebatan pasukan ini adalah ketika Byzantine
kalah total saat Constantinopel ditaklukan oleh Turki Utsmani yang
dipimpin oleh Sultan Mahmud Al-Fatih, beliau anak dari Sultan Murad II.
Saat itu Janisari adalah pasukan yang berperan penting dalam pertempuran
tersebut. Yang menarik, pada zaman Sultan Mahmud, Pasukan Janisari
termasuk yang ikut bertempur melawan Dracula si Penyula dari Wallachia
dekat Transevalnia yang haus darah.
Dracula (Vlad Teppes) sempat dikalahkan adiknya sendiri yaitu
Radu yang saat itu menjadi pemimpin Janisari untuk menaklukan Dracula. (
Dracula artinya anak Dracul atau
anak naga karena bapaknya adalah
Vlad Dracul yang menjadi anggota Ordo Naga ).
Jannisary sendiri dibagi manjadi dua kesatuan,
yaitu: infantri dan kavaleri.Selain Janisari, Turki Utsmaniyah juga
masih mempunyai kesatuan elite lainnya, yaitu: Tentara Ghulam, Cavalary
Sipahi, dan tentunya pasukan Onta.
Selama beberapa abad Janisari bertahan sebagai pasukan elit pengawal
Sultan. Karena statusnya itu Janisari, baik secara jumlah dan status
berkembang semakin besar. Sekitar abad 19 Janisari dibubarkan oleh
Sultan Mahmud II pada tahun 1826 karena terjadinya insiden Auspicious,
dimana laskar Janisari mencoba melakukan kudeta terhadap kekaisaran
Turki Ottoman.
(Sumber : “militerislam.blogspot.com”)
3. HIZBULLAH
Hizbullah (Bahasa Arab: حزب الله, “
Partai Tuhan“)
adalah kelompok Islam Lebanon yang terdiri dari sayap militer dan
sipil. Kelompok ini didirikan pada tahun 1982 untuk memerangi pendudukan
Israel di selatan Lebanon. Bersama Gerakan Amal, Hizbullah adalah
partai politik utama yang mewakili komunitas Syiah, kelompok terbesar di
Lebanon. Hizbullah dipimpin oleh
Hassan Nasrallah.
Menurut data terakhir kekuatan Hizbullah mencapai 5.000 sampai dengan
10.000 pasukan. Pasukan inti terdiri dari 300-400 pasukan, tetapi
ketika konflik berkecamuk, jumlahnya dapat segera meningkat secara
signifikan mencapai ribuan pasukan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
simpatisan Hizbullah yang juga sudah terlatih secara militer yang
berasal dari berbagai kalangan, baik itu pedagang, pendidik, pegawai
swasta maupun profesional seperti dokter, pengacara, dan berbagai latar
belakang profesi lainnya.
Saat ini, Hizbullah mempunyai senjata andalan yaitu
Roket Katyusha
buatan Rusia untuk menghadapi kekuatan Israel di selatan wilayah
Libanon. Kehebatan roket ini sudah terbukti ketika berhasil merontokkan
ratusan
MBT Israel yang sangat terkenal yaitu
Merkava.
4. Mameluk
Mamluk atau
Mameluk
(Bahasa Arab:مملوك, mamlūk (tunggal), مماليك, mamālīk (jamak)) adalah
tentara budak yang telah memeluk Islam dan berdinas untuk khalifah Islam
dan
Kesultanan Ayyubi pada Abad Pertengahan.
Mereka akhirnya menjadi tentara yang paling berkuasa dan juga pernah
mendirikan Kesultanan Mamluk di Mesir.
Selayang pandang

Pasukan Mamluk pertama dikerahkan pada zaman Abbasiyyah pada abad ke-9.
Bani Abbasiyyah merekrut tentara-tentara ini dari kawasan Kaukasus dan
Laut Hitam dan mereka ini pada mulanya bukanlah orang Islam. Dari Laut
Hitam direkrut bangsa Turki dan kebanyakan dari
suku Kipchak.
Keistimewaan tentara Mamluk ini ialah mereka tidak mempunyai hubungan
dengan golongan bangsawan atau pemerintah lain. Tentera-tentera Islam
selalu setia kepada syekh, suku dan juga bangsawan mereka. Jika terdapat
penentangan tentara Islam ini, cukup sulit bagi khalifah untuk
menanganinya tanpa bantahan dari golongan bangsawan. Tentaa budak juga
golongan asing dan merupakan lapisan yang terendah dalam masyarakat.
Sehingga mereka tidak akan menentang khalifah dan mudah dijatuhkan
hukuman jika menimbulkan masalah. Oleh karena itu, tentara Mamluk adalah
aset terpenting dalam militer.
Organisasi Mameluk

Setelah memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara berkuda. Mereka harus mematuhi
Furisiyyah,
sebuah aturan perilaku yang memasukkan nilai-nilai seperti keberanian
dan kemurahan hati dan juga doktrin mengenai taktik perang berkuda,
kemahiran menunggang kuda, kemahiran memanah dan juga kemahiran merawat
luka dan cedera.
Tentara Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja. Masa
lapang mereka diisi dengan permainan seperti memanah dan juga
persembahan kemahiran bertempur. Latihan yang intensif dan ketat untuk
anggota-anggota baru Mamluk juga akan memastikan bahawa kebudayaan
Mamluk ini abadi.
Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka
harus setia kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus
dari khalifah atau sultan. Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk
menyelesaikan perselisihan antara suku setempat. Pemerintah setempat
seperti amir juga mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil
dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.
Pada mulanya, status tentara Mamluk ini tidak boleh diwariskan dan
anak lelaki tentara Mamluk dilarang mengikuti jejak langkah ayahnya. Di
sebagian kawasan seperti Mesir, tentara Mamluk mulai menjalin hubungan
dengan pemerintah setempat dan akhirnya mendapat pengaruh yang luas.
Kemajuan di bidang Ilmu kemiliteran
Pada era Dinasti Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu
berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Shalahuddin, ada buku manual
militer karya AT-Thurtusi (570 H/1174 M) yang membahas keberhasilan
menaklukan Yerussalem. Semenjak awal Islam memang menaruh perhatian
khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang, gulat,
dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Jalut
juga dikisahkan dengan apik dalam Al-Qur’an. Bahkan, ada satu surat di
Al-Qur’an yang berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari
kencang dalam kecamuk peperangan.
”
Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan
kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang
menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan
menyerbu ke tengah kumpulan musuh.” (Al-‘aAdiyat 1-4).
Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal
perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai ‘jihad’ dan
pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah
satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara
380H-338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara
menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang
berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah
dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul
dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh
Khalifah al-Manshur dan
al-Ma’mun.
Bahkan, pada periode kekuasaan Daulah Al-Mamluk produksi buku mengenai
ilmu militer itu berkembang sangat pesat. Minat para penulis semakin
terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya
kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu. Pembahasan
sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan
serangan bangsa Mongol.

Pada zaman Shalahuddin, ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh
At-Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku ini membahas mengenai
keberhasilan Shalahuddin di dalam memenangkan perang melawan bala
tentara salib dan menaklukan Yerussalem. Buku ini ditulis dengan bahasa
Arab, meski sang penulisnya orang Armenia. Manual yang ditulisnya selain
berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai ‘mesin-mesin
perang’ saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak,
menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara
membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi dengan
keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis
oleh Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini
membahas secara detail mengenai soal taktik perang, organisasi militer,
tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli militer di
Barat menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap tentang
pasukan muslim di medan tempur dan dalam pengepungan. Pada lingkungan
militer Daulah Mamluk menghasilkan banyak karya tentang militer,
khususnya keahlian menunggang kuda atau fu’usiyyah. Dalam buku ini
dibahas mengenai bagaimana cara seorang calon satria melatih diri dan
kuda untuk berperang, cara menggunakan senjatanya, dan bagaimana
mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al-Aqsara’i (wafat74 H/1348 M)
yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An End to Questioning
and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of Horsemenship.
Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda, pasukan,
dan senjata, namun juga membahas mengenai doktrin dan pembahasan
pembagaian rampasan perang.